BISNISQUICK.COM – Harga emas dunia diprediksi akan terus melesat hingga menembus rekor tertinggi dalam sejarah. Sejumlah lembaga keuangan dan analis internasional memproyeksikan bahwa emas berpotensi mencapai USD 5.000 per troy ounce pada 2026, seiring meningkatnya ketidakpastian global, pelemahan dolar Amerika Serikat, dan kebijakan suku bunga yang lebih longgar dari bank sentral utama dunia.
Prediksi ini datang dari berbagai lembaga ternama seperti Goldman Sachs, UBS, Morgan Stanley, J.P. Morgan, hingga delegasi London Bullion Market Association (LBMA). Meskipun angka prediksi berbeda-beda, semuanya sepakat bahwa tren bullish emas masih akan berlanjut hingga tahun depan.
Menurut laporan UBS Group AG, harga emas diperkirakan berada di kisaran USD 3.800 per ounce pada akhir 2025. Sementara itu, Goldman Sachs menargetkan level USD 3.700/oz, dengan asumsi The Federal Reserve mulai menurunkan suku bunga secara bertahap pada kuartal kedua 2025. “Pelonggaran moneter global dan kembalinya permintaan investasi akan menjadi motor penggerak utama emas di tahun depan,” tulis analis UBS dalam risetnya.
Bank Sentral Dunia Buru Emas
Salah satu pendorong terbesar kenaikan harga emas adalah pembelian besar-besaran oleh bank sentral dunia. Berdasarkan data World Gold Council (WGC), bank sentral Tiongkok, Rusia, India, dan Turki menjadi pembeli terbesar emas fisik selama dua tahun terakhir. Tren ini disebut sebagai upaya negara-negara tersebut untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS atau yang dikenal dengan istilah de-dollarization.
“Permintaan bank sentral kini mencapai titik tertinggi dalam 60 tahun terakhir. Ini mencerminkan perubahan struktur cadangan devisa global,” ujar Paul Donovan, Chief Economist UBS. Ia menambahkan, selama tren pembelian ini berlanjut, harga emas akan tetap mendapat dukungan kuat di pasar internasional.
Prediksi Tertinggi Datang dari LBMA
Dari sisi paling optimistis, delegasi LBMA (London Bullion Market Association) menilai harga emas bisa mencapai USD 4.980 per ounce dalam 12 bulan ke depan. Angka itu hampir menyamai target ambisius J.P. Morgan yang memperkirakan harga emas menembus USD 4.600/oz pada paruh pertama 2026.
LBMA menilai kombinasi tiga faktor utama — geopolitik, suku bunga rendah, dan kepercayaan investor terhadap dolar yang menurun — menjadi pendorong utama reli harga emas global. “Kami melihat tren yang sangat kuat di mana emas tidak hanya menjadi pelindung inflasi, tapi juga simbol stabilitas keuangan di tengah ketidakpastian ekonomi dunia,” ungkap salah satu analis senior LBMA dalam konferensi tahunan di London.
Risiko Tetap Ada, Tapi Arah Masih Naik
Meski prospek emas terlihat cerah, analis Morgan Stanley mengingatkan adanya potensi koreksi jika inflasi global turun lebih cepat dari perkiraan atau jika The Fed menunda pemangkasan suku bunga. “Harga emas sangat sensitif terhadap perubahan imbal hasil riil. Jika yield naik kembali, emas bisa terkoreksi di bawah USD 3.000/oz,” tulis laporan riset bank tersebut.
Namun, secara umum, lembaga-lembaga besar masih melihat peluang lebih besar pada sisi positif. Mayoritas analis memperkirakan kisaran harga rata-rata 2025 akan berada antara USD 3.400 hingga USD 3.900 per ounce, dengan peluang kuat menembus level USD 4.000–5.000 per ounce di tahun berikutnya.
Investor Ritel Mulai Ikut Bergerak
Kenaikan harga emas juga mulai menarik perhatian investor ritel di Asia, termasuk Indonesia. Data dari Asosiasi Pedagang Emas Indonesia (APEI) menunjukkan peningkatan permintaan emas batangan hingga 18% selama kuartal ketiga 2025 dibandingkan tahun sebelumnya.
“Investor lokal kini semakin memahami emas bukan hanya perhiasan, tapi juga alat lindung nilai terhadap inflasi dan ketidakpastian global,” ujar Rizky Aditya, analis komoditas dari APEI. Ia memperkirakan tren pembelian emas oleh masyarakat Indonesia akan berlanjut hingga awal 2026, seiring menurunnya suku bunga kredit dan meningkatnya daya beli.
Kesimpulan: Tren Bullish Emas Masih Panjang
Dari seluruh laporan dan pandangan para ahli, arah harga emas hingga 2026 masih menunjukkan tren naik yang kuat. Katalis utama seperti pelonggaran moneter, ketegangan geopolitik, pembelian bank sentral, dan pelemahan dolar AS menjadi fondasi kenaikan yang sulit diabaikan.
Dengan kisaran rata-rata proyeksi USD 3.700–4.500 per ounce untuk akhir 2025 dan potensi menembus USD 5.000/oz pada 2026, emas diperkirakan tetap menjadi aset unggulan bagi investor global.
“Emas kini bukan sekadar simbol kekayaan, tapi juga simbol ketahanan ekonomi global,” ujar Dr. Tim Harcourt, ekonom dari Sydney Business School, menutup analisanya. (ZKJ)



